Tuesday, December 13, 2005

Proud to be ‘perempuan’

Berbincang tentang perempuan (saya lebih suka pake kata perempuan daripada wanita) memang tak pernah berujung. Dan karena saya juga perempuan maka tentu saja tulisan ini (ke) mungkin (-an besar) diwarnai oleh kesubjektifitasan saya sebagai seorang perempuan pula. Tapi tak apalah, tidak ada yang mau protes kan :p

Kalo kata banyak orang, perempuan itu keajaiban dunia kedelapan. Mungkin saking ajaibnya itulah, kajian tentang perempuan tak habis-habis, berjuta lembar jurnal ditulis dan penelitian dilakukan, diskusi ringan sampe kelasnya seminar internasional pun tak luput menyoroti hal ini. Kenapa sih?? Segitunya kah. With all ma respect, I’ll say maybe. Maybe yes and maybe no, coz in ma opinion when we’re talkin about women we’re talkin about human too, ga perlu segitunya didikotomikan. Tapi tetap perlu adanya (sedikit) pembedaan dan pembagian peran.

Emansipasi, eksistensi, feminisme, dsb adalah isu yang kerap diangkat pada kajian-kajian tentang perempuan itu. Lucu juga sih, karena kalo saya lihat di sisi lain, mereka yang menuntut equality itu justru seringkali malah membiasakan ketidak-equal-an itu. Memposisikan diri sebagai ’sesuatu’ yang berbeda dengan lelaki. Justru mendikotomikan peran laki-laki dan perempuan, lah gimana sih katanya equal. Atau mereka yang meminta untuk menghilangkan violence bagi perempuan, justru memasang diri tuk jadi korban violence. Gimana nggak, katanya ga mau jadi korban (maaf) poelecehan seksual, tapi kok ya malah pake baju-baju seronok. Kalo dari ilmu psikologi ya ga masuk akal dong. Karena pada saat yang sama si perempuan justru memberikan stimulus tuk di lecehkan. Tapi bukan berarti saya benci kaum feminis,saya justru menghargai perjuangan mereka. Karena banyak kok yang saya lihat memang serius memperjuangkan hak-hak perempuan, tanpa harus melanggar norma-norma yang ada, yang tetap menjalankan bagiannya sebagai perempuan seutuhnya.
Menjadi perempuan bagi saya (kini) sama artinya menjadi manusia. And I do believe that women can do anything that men can do. Dengan batasan-batasan tersendiri tentunya. Kenapa pake konteks ke-kini-an, coz dulu saya pernah menyesal dilahirkan sebagai perempuan, saya sebel karena dunia ini dikuasai oleh laki-laki, then i started to thinkin that I MUST do something, kalo ga ingin melulu jadi kaum yang dimarginalkan. Saya harus ’menguasai’ laki-laki. Tak boleh tunduk pada mereka, tak usahlah menikah coz itu hanya sarana yang mensahkan penindasan laki-laki pada perempuan. Semakin mengukuhkan dominasi laki-laki. Tapi ketika saya mulai (mencoba) memahami dari tuntunan agama saya, tidak ada yang membedakan perempuan dan laki-laki, justru keduanya adalah mitra sejajar yang harus saling membantu, keduanya punya kesempatan yang sama besar untuk masuk surga,capaian tertinggi dari manusia, tak ada keistimewaan khusus, apalagi perlakuan yang berbeda. Dan itu semua tercantum dalam kitab suci. Entah sejak kapan tapi saya mulai merasa itu cukup dan masuk akal bagi saya.

Yang saya heran itu justru apa yang terjadi di kampus saya,ITB, yang konon kabarnya adalah tempat ngumpulnya makhluk-makhluk yang paling pinter se-nusantara, yang menurut saya (harusnya) berarti tempatnya orang-orang yang paling opend mind pula. Pembedaan-pembedaan justru sering saya lihat. Bukan dalam hal yang bombastis, hingga perempuan dilarang untuk kuliah misalnya, tidak. Tapi justru dalam kehidupan sehari-hari. Ingat kasus pas HMT ngundang cheers kemarin, saya totally shocked. Cowok-cowok (ITB) langsung bergerombol, mengambil posisi terdepan dengan gaya yang amit-amit (maksudnya telentang) agar bisa melihat (ga tau apanya yang dilihat) lebih jelas. Benar-benar bar-bar. Dan saya sedih banget, mereka melihat si cewek-cewek ’cheers’ itu laksana makanan yang layak santap, laksana objek tontonan, intinya bukan sebagai manusia. HUH..dasar!!!! Atau dalam percakapan sehari-hari misalnya ”Ah, lu mah kan cewek cha, jadi ga usah susah-susah mikir, ntar tinggal nyari suami, tenang” What???kurang ajar amat, buat apa saya kuliah susye-susye kalo cuma buat nyari jodoh. Ato ini lebih parah lagi, perlakuan dosen (biasanya cowok) yang beda kalo ke mahasiswi. Halah, pendidik kok kaya gini sih. Ato temen-temen saya yang perempuan yang suka bilang ”aduh gw kan cewek cha, ga enak dong kalo maju ke depan” Idih, sejak kapan seseorang ga bisa maju kedepan, n doin the things that u believe is right, just because u’re a women. Dan masih banyak hal-hal lainnya yang bagi saya justru merendahkan harkat hidup perempuan. Meskipun tak sedikit yang menghargai. Karena ITB juga tak lagi didominasi kaum Adam.Rite!!

But the point is, mo perempuan ato laki-laki, it’s all the same, just a human, makhluk, ciptaan, no more or less. Maka hargailah pula sebagai seorang manusia, dengan potensi-potensi kemanusiannya itu. Sudahi aja perdebatan yang tidak habis-habis tentang perbedaan laki-laki dan perempuan. Meski dari penelitian yang ilmiah pun diketahui bahwa karakter dan psikologis perempuan dan laki-laki berbeda, Man from Mars Woman from Venus. Tapi ya sudahlah, mari kita terima itu sebagai keragaman yang justru memperkaya. Toh pelangi juga tak akan indah jika hanya terdiri dari satu warna. Mari kita sama-sama meletakkan diri kita sessuai porsi masing-masing, dan lakukan yang tebaik dengan itu, mo laki-laki kek, mo perempuan kek let’s make a better world...for u and for me.. (hehe,,,sory, abis ngetiknya sambil dengerin Heal the world-nya M. Jackson ;p).

“ Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian (mereka) adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain..................Mereka itu akan diberi rahmat oleh 4JJI.......” (At Taubah :71)

No comments: