Sunday, May 14, 2006

Kemiskinan yang Tersistematisasi

Kemaren dapet kabar sedih. Bayinya seorang teteh yang saya kenal meninggal dunia. Ini kali kedua teteh itu kehilangan buah hatinya. Semuanya dalam usia sangat dini. Kasusnya sama, mereka lahir prematur dan butuh perawatan intensif serta harus tinggal di inkubator. Tapi karena teteh tak punya uang, mau tak mau bayi tak berdosa itu harus dibawa pulang. Yang pertama meninggal dalam pelukan teteh ketika baru berusia beberapa hari. Belajar dari pengalaman, saat melahirkan anak kedua, pasangan muda itu membeli lampu belajar sebagai pengganti inkubator. Tapi udara dingin yang menusuk, dan kondisi badan yang rentan memang bukan perpaduan yang apik. Setelah sempat bertahan kurang lebih satu bulan, si adek –begitu kami memanggilnya, karena memang belum sempat diberi nama, padahal kemaren2 saya semangat banget nyariin nama buat dia- dipanggil juga ke hadiratNYA. Ternyata 4JJI begitu sayang dengan si adek.

Bukan..bukan takdir 4JJI yang ingin saya pertanyakan, tapi keberadaan sistem dengan entitas-entitas yang berkolaborasi, saling membentuk hubungan sebab akibat, jalin menjalin menciptakan kondisi yang membuat si adek tak bisa bertahan, itu yang membuat saya miris. Jika ditanya mengapa tak dirawat saja di RS, jawabannya simpel, tak ada uang untuk membayar biaya perawatan. RS juga tak mau memberikan layanan cuma-cuma, bahkan diskon baru akan diberikan jika si teteh bisa menunjukkan kartu miskin. Birokrasi tuk mendapatkan kartu itu pun tak gampang, tak cukup waktu seharian tuk mendapatkannya. Believe it or not. It just happened in front of my eyes. Banyak sekali tetek bengek yang harus dibereskan. Trully. Cari informasi di situs resmi Jaring Pengaman Sosial, tak kami dapatkan informasi yang membantu. HUH...buat apa ada situs, kalo tidak memberikan informasi. Cuma sok-sokan aja ada. EKSIS gitu. Bisa diakses kapan saja. Tapi tidak berguna!!!

Jika kita runut lagi, kita mungkin bertanya, mengapa si suami tak bisa menyediakan uang yang dibutuhkan. Bukankah itu tanggung jawab kepala keluarga. Sayang sekali kawan, suami teteh tersebut kira2 tiga bulan yang lalu dipecat (bahasa halusnya :DIRUMAHKAN, orang Indonesia ini memang paling jago ber eufemisme-ria) dari kerjaannya sebagai cleaning service di salah satu pusat perbelanjaan teramai di Bandung. Alasannya jelas. Stated clearly by the supervisor. EFISIENSI!!! (Saya jadi inget pegawai2 ITB, gimana nasib mereka ya??!!) Entahlah memang itu alasan sebenarnya, ataukah hanya akal2an pemilik pusat belanja tersebut tuk mengeruk untung lebih banyak. Wallahualam. Aa’ (suaminya teteh) jelas tak bisa menolak, toh dia hanya lulusan SMP.

Lagi-lagi kita bisa bilang, ”Aa’ sih sekolahnya cuma sampe SMP, makanya ga bisa dapet kerjaan yang bagus. Ga bisa memperbaiki kehidupan keluarga”. ”Coba kalo kuliah di ITB, kan terjamin tuh” (haha,,sounds familiar right? Adagium yang populer sekali, n it WAS works for me too). Sekali lagi kawan, maaf-maaf saja..sekolah ternyata bukan lagi milik publik. Biaya SPP; seragam; beli LKS; beli buku+diktat guru (yang kalo ga dibeli dijamin nilai Anda di rapor ga kan pernah bagus) btw untuk kasus ini ga nyalahin gurunya juga sih, dengan tingkat kenaikan gaji aktual yang selalu di bawah actual value nya kenaikan sembako (I mean, keliatannya persentasenya gede, tapi kalo pake analisis IRR, net present worth, dkk yang ada di Ekonomi Teknik itu, nilainya ternyata tidak signifikan..sok2 an gini euy) mungkin memang itu satu2nya tambahan pendapatan buat mereka; belum lagi biaya lain-lain membuat sekolah menjadi tempat mahal bagi sebagian orang, termasuk si Aa’. Nah lo..gimana sih, wajar dong kalo sekolah mahal?? Dimana-mana yang namanya kualitas sebanding dengan ongkos, itu yang saya pelajari di TI. Selalu ada trade off disana, kalo mo bagus ya harus keluar biaya lebih. Memang ada titik optimal disana. Tapi emang ada yang capek-capek mau ngitungin. Mending kalo udah ditentukan, trus implementasi dari suntikan dana itu emang membuat kualitasnya meningkat. Lah kalo enggak. Kan sayang banget. Itu kalo di kuliah Analisis Biaya namanya pengalokasian biaya yang tidak tepat dan harus direduksi.

Akhirnya begitu saja, si Aa’ dan Teteh hanya bisa pasrah, emang udah turunan miskin ceunah (bhs Sunda= katanya). Menurut mereka, mungkin lebih baik begini. Masih bayi saja mereka sudah tak mampu membiayai. Gimana nanti kalo si adek beranjak dewasa, pengen maenan, butuh pakaian, mo masuk sekolah, toh bagi Aa’ dan Teteh hanya mimpi tuk menyekolahkan anaknya sampe kuliah apalagi ke ITB (huhuhu..lagi-lagi tertohok). Bukan..bukan mereka tak mau berusaha. Kepasrahan mereka pun hadir setelah ikhtiar, tak hanya sekedar berserah.

Jadi apalagi pertanyaan yang bisa kita ajukan?? Kenapa sekolah mahal? Kenapa birokrasi di negeri ini begitu kompleks? Kenapa tak ada RS gratis untuk rakyat? Dan berjuta TANYA KENAPA (ini bukan iklan rokok kawan!!) Ini bukan kemiskinan turunan. Tapi kemiskinan yang tersistematiskan. Setiap bayi yang baru lahir di republik ini langsung dapet bon utang 5juta rupiah. Benarkah itu turunan?? Orangtuanyakah yang meminjam uang itu. Utang yang entahlah apakah memang benar pernah mereka rasakan manfaatnya. Wong kalo katanya Pareto (eh btw, yang bikin diagram Pareto siapa sih?? :P) dari hasil penelitian ternyata yang menguasai 80% kekayaan di dunia itu hanya 20 % penduduk dunia saja. Dan mereka yang termasuk 20% itu tentu saja dengan semangat sentosanya berkongsi, beraliansi dan membuat sistem yang akan melanggengkan dominasi mereka itu. Hingga begitulah, yang kaya makin kaya, yang miskin ya begitu-begitu saja. Karena memang sistemnya sudah dirancang begitu, sustainable. Jadi inget pengakuannya Om Perkins (hehe..sok akrab), dunia ini sebenarnya diatur oleh segelintir orang saja. Jadi penasaran, apakah ini bagian dari skenario mereka?? Yang jelas, ini pasti skenario 4JJI. Hehe..rileks guys, saya tidak sedang ingin berkampanye tentang Anti Kapitalisme, Sosialisme ato Marxisme or whatever, emang lagi sebel dan sedih aja. Thats it!!!!

Tulisan yang aneh (baca dengan intonasinya Tora :D). Pengen bikin sekolah gratis.. Pengen punya perusahaan multinasional.. Pengen ini..pengen itu.. pengen cepet-cepet lulus.. (tapi ntar ngapain L, gpp deh yg penting doain ya)

No comments: