Tuesday, April 10, 2007

dilema nikah syiri…

Pas lagi dirawat di Rumah Sakit, pagi-pagi saya nonton kajian tentang Nikah Syiri. Kata pengisi acaranya ternyata akhir-akhir ini ada fenomena menarik yang melanda para selebritis Indonesia, setelah dulu rame dengan kasus perceraian, sekarang yang lagi rame adalah kasus nikah syiri (trus, saya manggut-manggut, hoo..gitu ya, maklum tak ada tipi di kosan). Dan ternyata hal ini tak hanya dijalani oleh para pesohor, makin banyak masyarakat umum yang juga melakukan praktek nikah syiri ini. Sepanjang acara, banyak sekali perempuan-perempuan (anehnya ga ada laki-laki) yang menelpon, maupun curhat langsung kepada ustadzah nya mengenai derita dan kesusahan mereka selama menjalani nikah syiri.Tak ada satu cerita indah pun yang saya dengar. Bahkan ada seorang Ibu yang dengan sangat emosinya marah-marah di telepon. Keliatan banget sebelnya. Dalam hati saya berpikir, kalo bukan istri pertama yang suaminya nikah syiri dengan wanita lain, pasti ibu ini pejuang kesetaraan gender dan kebebasan perempuan. (haduh bu, map ya jadi suudzon, tapi saya tau ibu ini niatnya baik kok). Trus saya jadi mikir juga tentang hal ini. Sebenarnya secara fikih, saya tidak terlalu mengerti, dan takut salah kalau berbicara tentang itu (kata temen saya, kata ‘ustadzah Echa’ sounds weird and unprofessional, so I take it as a compliment :D), saya hanya ingin menulis dari sudut pandang sebagai perempuan.

Dulu, saat menjadi panitia nikah masal yang diadakan Kabinet, saya masih bisa menerima praktek nikah dibawah tangan ini, pasangan-pasangan yang dinikahkan resmi itu rata-rata sudah berusia lebih dari separuh baya, banyak yang sudah punya anak yang bahkan sudah usia SMA, mereka hanya menikah secara agama (nikah syiri) dengan alasan tak punya biaya untuk menikah secara hukum. Maka, well okay I can accept that, mungkin biaya nikah di Indonesia masih sangat tinggi. Daripada zina, mending nikah syiri saja. Dan toh tingkat pendidikan mereka yang bisa dibilang dibawah standar program pendidikan pemerintah pun jelas ikut berperan.

Tapi saat pelaku praktek nikah di bawah tangan ini adalah mereka yang tidak bermasalah secara ekonomi, atau hal-hal lainnya -yang cukup masuk akal untuk dijadikan alasan tidak menikah secara hukum- saya secara pribadi menganggap hal tersebut merendahkan perempuan. Bagaimana tidak, dengan tanpa jaminan hukum maka perempuan akan menjadi obyek penderita, pihak yang paling dirugikan jika terjadi pertikaian dan bahkan perceraian. Meski saya percaya bahwa hukum Allah diatas semua hukum yang ada di dunia, namun tetap saja hal itu tidak makesense buat saya. Karena gampang saja bagi lelaki untuk pergi, namun tidak demikian dengan perempuan, belum lagi jika sudah mengandung dan punya anak, bagaimana status anak tersebut di mata hukum, di mata masyarakat, karena tak pernah ada hitam di atas putih siapa bapak si anak sesungguhnya. Benar-benar suatu penghinaan. Entah mengapa di zaman yang makin maju ini, fenomena tersebut makin menggejala, mungkinkah karena keegoisan lelaki yang ingin mempertahankan dominasi patriarki-supremasi laki-laki di dunia ini atau bagaimana. Dan sekali lagi entah, tapi saya menganggap mereka yang memilih untuk mempraktekkan hal ini (sekali lagi, tanpa alasan yang bisa diterima) bagi saya menunjukkan kapasitasnya yang rendah sebagai seorang laki-laki. Hanya ingin senangnya saja, tidak berani menanggung resiko. Dan bagi saya praktek ini jelas sangat merugikan perempuan. Padahal, bukankah perempuan itu adalah pilar peradaban? Bukankah Rasul pernah bersabda : yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya kepada keluarganya (termasuk istrinya yang notabene adalah perempuan). Maka, praktek nikah syiri tanpa alasan jelas tindakan amoral -meski standar moral ditentukan oleh konsensus masyarakat-, namun yang pasti dapat membawa (meminjam istilah Nawal El-Sadawi) perempuan kembali ke titik nol.

Meskipun banyak yang berkelit, salah sendiri perempuan nya mau. Haduh Mas, Kang, Aa’, Uda, Abang yang namanya cinta ya emang sering bikin orang jadi bodoh, ga mikir pake rasio, ga mikir konsekuensi dari pilihan. Justru lelaki sebagai calon qowwam (pemimpin) rumah tangga dong yang harusnya lebih bijak dalam menentukan langkah terbaik ke depan. Meski menjadi tugas bagi perempuan yang sudah lebih paham pulalah untuk mengajarkan dan memahamkan kaumnya agar tidak menjadikan nikah syiri ini sebagai solusi instant. Wallahualam bisshowab.

Well, tulisan yang kesannya egois dan feminis banget ya??tapi terbuka untuk segala bentuk diskusi kok. Boys, no offense okay, I write this becoz I appreciate u all. Coz men and women are partner, and we should work together as a part of a system.

9 comments:

Unknown said...

well, keresahan yg kamu alami sebagai perempuan merupakan hal yg wajar, karena budaya patriarki kita. lelaki dipandang sebagai penindas/pengeksploitasi wanita. kalau budaya kita menjadi budaya matriarkal, maka lelakilah yg akan berteriak, wanita2 itu penindas. hehehe....piss ah!!!

Lucky said...

nikah syiri? yang dimaksud itu nikah sirri, atau jangan-jangan nikah syar'i?hehehehe...
ayo update lagi!=p

Anonymous said...

Mestinya nikah sirri bukan syiri

etchaa said...

@g4nk: well iya kali ya, tapi kebayang kalo laki-laki yang teriak kalo wanita2 itu penindas, pasti menarik :P
@lucky: sip2 ayo smangat ngupdate!!!
@edwards: yups, nuhun koreksinya, tuh kan diksinya aja salah, yg penting nangkep pointnya lah ya :D

miff said...

nikah sama si riri kali (kayak nama batagor ajah)...:-D

Anonymous said...

Seharusnya ya sekarang di Indonesia ga ada lagi nikah2an sirri. Yang ga mampu saja sebenarnya bisa ngurus surat di RT/RW dan desa setempat untuk ngasih surat keterangan ga mampu. Trus ya nikah saja karena biayanya dah dapat kompensasi. Well, bagi yang berniat berpoligami en milih nikah sirri, saya ga bisa komen; hanya saya pribadi ga ngambil pilihan itu. Seharusnya ya nikah selain sah secara agama juga sebisanya sah secara negara biar enak ngitungnya gitu..dan ga nimbulin polemik lanjutan di masa-masa yang akan datang. Yang pasti..nikah itu memang kewajiban bagi yang sudah wajib dan ga baik ditunda-tunda, apalagi pake acara pacaran lama-lama, bosen kalee he2x...

Anonymous said...

iya...setuju banget dengan mba echa...tapi emang kadang2 cewe2 nya juga seh yang mau2 nya di gituin,,,
karena alasan CINTA lah...plis deh..????

mudah2an kita selalu dalam lindungan-Nya...
amien...

-aNiel-

Unknown said...

yaahh... emang susah si...

klo masalah cinta ya,, mari kita serahkan ke mereka-mereka yang menjalaninya...

meskipun ujung-ujungnya ada yang sakidh sekali..

(mungkin aja lho cowoknya juga sakit,, kena imbas diburu2 ama istri tua dan istri muda, ha3X..)

gustov said...

nikah sirri itu secara ilmu fiqih agama islam sah, asal.syarat rukunnya terpenuhi. tapi secara negara itu tidak diakui karena tidak tercatat secara resmi.

Menurut UU Perkawinan no 1 th 1974, pasal 2 ayat 1 memang sahnya pernikahan dilandaskan pada hukum agama masing2. ayat 2, pernikahan harus di catatkan,

dari pemahaman ayat 1 dan 2 UU Perkawinan tsb, menimbulkan pengertian bahwa pencatan nikah hanya bersifat administrasi belaka, bukan sahnya pernikahan.

uada samksi pidana bagi pernikahan tidak tercatat

gufitainment.blogspot